Ter-inspirasi dari rutinitas keseharian// Jakarta memiliki pesona dan kesannya sendiri. Seperti sampah yang tidak akan ada habisnya. Seperti kalinya yang bau. Ironisnya, seringkali bersebelahan dengan gedung metropolitan dengan pendingin berlebihan. Seperti hujan yang seringkali berubah menjadi banjir. Seperti gang-gang sempit dan kumuh dengan gembel-gembel yang tidak pegal mengadahkan tangan dengan mantra “bu.. lapar.. bu.." Bisa dibilang bangsa ini adalah bangsa yang senang dengan sweat the small things. Urusan kecil dijadikan besar, urusan besar dijadikan kecil. Hingga akhirnya lupa bahwa penghambat kemajuan bangsa ini sebenarnya berawal dari masalah kecil yang kemudian menjadi besar. Jarak dekat dengan waktu lama adalah masalah utama dan belum terselesaikan di kota besar ini. Banyaknya pendatang dan penghuni yang mengejar kehidupan secara tak sadar bahwa mereka lah yang menyebabkan semuanya. Keegoisan akan kenikmatan dunia dari masing-masing individu membuat mereka lupa akan individu lainnya. Fasilitas jalan yang pasti kita temui disetiap harinya menjadi penuh sesak karena penyalah gunaan fungsi yang semestinya. Kendaraan roda empat yang seharusnya bisa memuat lebih dari 3 orang malah digunakan dengan enaknya oleh 1 orang saja. Masalah seperti ini yang belum terlalu disadari penduduk Jakarta. Banyak dari kita meremehkan perlu nya mengurangi kendaraan di kota kita yang sudah tak karuan lagi bentuk lalu lintasnya. Memang mudah mengkritik orang tanpa sadar diri kita sendiri adalah tokoh diatas yang sedang enaknya menikmati luasnya 1 mobil untuk dirinya sendiri. Mulailah amati sekitar, banyak dari mereka yang mau tak mau berdesak desakan dalam kendaraan umum dan rela mengantri berjam-jam, terinjak-injak karena saking sempitnya transportasi umum. Andaikan setiap orang di Jakarta mau mencoba menggunakan sepatu orang lain yang tidak seberuntung mereka, menghilangkan rasa apatis kepada penderitaan, walau hanya hal kecil seperti kendaraan. Kota ini pasti aka